Menurut Husni Farid Abdat selaku Founder Hibra (Legal Business Consulting) ada banyak faktor yang menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal dilakukan oleh perusahaan, selain karena ingin menyelamatkan bisnis dan mengembalikan dana investor.
Faktor-faktor tersebut bisa terjadi karena perusahaan salah strategi. Kemudian, bisa juga karena terjadi penurunan kinerja, atau kompetensi sumber daya manusia yang tidak maksimal dalam suatu perusahaan.
Selain itu ada tren banyaknya startup yang baru berdiri sehingga menyebabkan startup-startup tidak mampu bersaing.
Jika startup mengalami kemerosotan dan terpaksa harus melakukan PHK, perlu diingat ada aspek-aspek hukum yang harus diperhatikan dalam fenomena PHK yang terjadi pada perusahaan startup tersebut.
Salah satu aspek yang diperhatikan yaitu ketentuan yang jelas mulai dari hubungan kerja, jam kerja, upah, lembur, bonus.
Di Indonesia sudah memiliki berbagai regulasi yang mengatur hubungan kerja dan perlindungan tenaga kerja seperti Undang Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU 11/2020 tentang Cipta Kerja, serta UU 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
PHK yang dilakukan oleh perusahaan terhadap karyawannya tidak boleh dilakukan sewenang-wenang. Untuk menghindari PHK massal, dalam hal perusahaan masih baru dan uji coba terhadap produknya, boleh melakukan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) atau yang biasa disebut dengan kerja kontrak. Ketika produknya gagal, PKWT tersebut dapat berakhir.
Startup boleh saja melakukan PHK terhadap karyawannya selama mematuhi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja Bab Ketenagakerjaan.
Perusahaan startup yang merugi, karena kalah bersaing dengan perusahaan lain atau karena gagal menjual produk baru kemudian melakukan PHK, dapat dibenarkan dengan alasan efisiensi karena merugi.
Namun kebijakan itu harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yang telah diubah dengan Undang-Undang Cipta Kerja.
Perusahaan, lanjut Husni, wajib memberikan pesangon kepada pekerjanya yang terkena PHK sesuai ketentuan Pasal 156 Undang-Undang Ketenagakerjaan.
PHK massal kerap dilakukan agar startup bisa mengembalikan dana investor serta perusahaan bisa tetap eksis dan mendapatkan laba. Namun, pekerja yang terkena PHK tetap harus mendapatkan hak pesangon atau hak kompensasi dari perusahaan.
Add a Comment